Efektivitas Kebijakan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan

Efektivitas Implementasi Kebijakan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan

Bagaimana efektivitas implementasi perdagangan karbon sektor kehutanan untuk mencapai target kontribusi yang telah ditetapkan pada NDC? Seiring dengan terjadinya peningkatan suhu rata-rata global, Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement berkomitmen menurunkan emisi agar dapat mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). Untuk mencapai target NDC tersebut, Pemerintah menerbitkan Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional melalui mitigasi perubahan iklim.

Berdasarkan Permen Lhk No. 21/2022, pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui penyelenggaraan NEK. Penyelenggaraan NEK dilakukan pada Sektor dan Sub Sektor, salah satunya sektor kehutanan melalui beberapa mekanisme, termasuk perdagangan karbon.

Dokumen First NDC dan Enhanced NDC dan skenario Business as Usual (BAU) (tanpa intervensi kebijakan) menyebutkan emisi sektor kehutanan pada tahun 2030 adalah 714 juta ton CO2e. Data Enhanced NDC menyebutkan bahwa emisi sektor kehutanan pada tahun 2030 ditargetkan berkurang 500 juta ton CO2e (17,4% dari total semua sektor sebesar 2,869 gigaton CO2e) menjadi 214 juta ton CO2e dengan usaha sendiri atau dengan bantuan internasional berkurang 729 juta ton CO2e (25,4% dari total seluruh sektor sebesar 2,869 gigaton CO2e) menjadi -15 juta ton CO2e.

Data tersebut seakan menunjukkan bahwa ada target pencapaian pengurangan emisi, khususnya pada sektor kehutanan, yang harus dicapai. Dengan berbagai mekanisme yang ada, apakah Indonesia telah dikatakan siap untuk mewujudkan kontribusinya dalam mengurangi emisi? Bagaimana efektivitas implementasi perdagangan karbon sektor kehutanan untuk mencapai target kontribusi yang telah ditetapkan pada NDC? Untuk menemukan jawabannya, mari simak paparan berikut!

Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Satria Astana mengungkapkan bahwa pada dasarnya perdagangan karbon sektor kehutanan dapat dijadikan sebagai instrumen untuk menurunkan emisi CO2e. Namun, besarnya emisi CO2e yang diturunkan bergantung pada kekuatan supply and demand yang masing-masing akan dipengaruhi oleh kebijakan dan regulasi yang mengatur.

 

Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan

Berdasarkan Permen Lhk No. 21/2022, Perdagangan Karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli Unit Karbon.

Dalam perdagangan karbon sektor kehutanan, “penjual” ialah perusahaan yang memberikan proyek kompensasi karbon (carbon offset projects) yang dapat menghilangkan karbon dari atmosfer, termasuk reboisasi pada sektor kehutanan dan energi terbarukan pada sektor energi. Di sisi lain, “pembeli” dalam perdagangan karbon sektor kehutanan merupakan perusahaan yang melepaskan karbon ke atmosfer sebagai bagian dari operasi rutin.

Dengan demikian, ada dua mekanisme perdagangan karbon yaitu :

  1. Perdagangan Emisi (Bagi usaha dan/ atau kegiatan yang memiliki Batas Atas Emisi (BAE) GRK yang telah ditetapkan melalui Persetujuan Teknis BAE)
  2. Offset Emisi Gas Rumah Kaca (Bagi usaha dan/atau kegiatan yang: (a) tidak memiliki Batas Atas Emisi GRK, (b) surplus emisi, dan (c) defisit emisi)

Untuk sektor kehutanan berada pada mekanisme yang kedua, yakni offset emisi gas rumah kaca karena kegiatan pada sektor kehutanan dapat memberikan kompensasi karbon.

Menurut Permen Lhk No. 21/2022, dalam hal usaha dan/atau kegiatan tidak memiliki Batas Atas Emisi GRK, Menteri dan gubernur sesuai kewenangannya menetapkan Baseline Emisi GRK dan target pengurangan emisi. Untuk melakukan perdagangan Offset, pelaku usaha harus:

  1. Menyusun Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) Perubahan Iklim

Penyusunan dokumen ini perlu dilakukan Validasi oleh Validator. Hasil Validasi dituangkan dalam laporan dan disampaikan kepada Pelaku Usaha. Pelaku Usaha mencatatkan DRAM dan laporan hasil Validasi dicatatkan pada SRN PPI (Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim).

  1. Menyusun laporan hasil pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim setiap Periode Penaatan

Laporan hasil pelaksanaan dilakukan Verifikasi oleh Verifikator. Hasil Verifikasi dituangkan dalam laporan dan disampaikan kepada Pelaku Usaha. Pelaku Usaha mencatatkan laporan hasil pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan laporan hasil Verifikasi pada SRN PPI.

Berdasarkan pencatatan, Direktur Jenderal membentuk tim MRV (Measurement, Reporting, and Verification) untuk melakukan penelaahan akhir. Penelaahan dilakukan terhadap laporan hasil pelaksanaan Aksi Mitigasi, laporan hasil Verifikasi, DRAM, dan laporan hasil Validasi yang dicatatkan pada SRN PPI. Berdasarkan hasil telaahan tim MRV, Direktur Jenderal menerbitkan SPE-GRK sebelum akhirnya diperdagangkan.

 

Ketentuan dalam Perdagangan Karbon

Efektivitas Kebijakan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan

Perdagangan Karbon harus memenuhi ketentuan:

  1. Sesuai dengan peta jalan Perdagangan Karbon;
  2. Menyediakan cadangan pengurangan emisi (buffer);
  3. Berbentuk SPE-GRK untuk Perdagangan Karbon lintas Sektor.

Perdagangan Karbon luar negeri harus memenuhi ketentuan tambahan:

  1. Setelah Menteri Terkait menetapkan dan menyampaikan rencana dan strategi pencapaian terkait NDC pada Sektor dan Sub Sektor kepada Menteri;
  2. Telah mencapai target NDC pada Sub Sektor atau sub Sub Sektor untuk Perdagangan Karbon luar negeri; dan
  3. Mendapat otorisasi dari Menteri.

 

Efektivitas Implementasi Kebijakan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan

Penyelenggaraan NEK

Melalui Perpres Nomor 98/2021, Pemerintah mengatur penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan bagaimana tata cara penerapan NEK selanjutnya diatur dengan Permen Lhk Nomor 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penyelenggaraan NEK dapat dilakukan dengan berbagai macam mekanisme, salah satunya dengan perdagangan karbon. Namun hingga saat ini memang masih belum ada regulasi yang secara khusus mengatur perdagangan karbon sektor kehutanan.

Peta Jalan

Dari sisi ketentuan yang perlu dipenuhi, ternyata masih ada beberapa ketentuan belum dapat dilaksanakan. Sebagai contoh ketentuan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan sebagai salah satu syarat perdagangan karbon sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (3) Permen Lhk No. 21/2022. Hal ini menjadi salah satu penyebab perdagangan karbon sektor kehutanan belum dapat dilaksanakan.

Buffer

Buffer merupakan istilah lain dari cadangan pengurangan emisi. Pasal 7 ayat (2) Permenlhk No. 21/2022 menyebutkan persyaratan penyediaan  buffer:

  • Offset Emisi GRK dalam negeri: 0-5% dari SPE-GRK
  • Offset Emisi GRK luar negeri: 10-20% dari SPE-GRK
  • Offset Emisi GRK luar negeri di luar NDC : minimal 20% dari SPE-GRK

Lantas, apakah penetapan buffer tersebut mampu mendorong pengurangan emisi secara signifikan?

Sejauh ini, potensi perdagangan karbon di dalam negeri yang diketahui adalah perdagangan karbon sektor energi dan subsektor pembangkit listrik, sedangkan sektor kehutanan belum pernah dilaporkan. Dari sisi pasar, sektor kehutanan dapat dipandang sebagai kekuatan supply dalam bentuk carbon offset projects, sedangkan sisi demand ditentukan oleh jumlah organisasi pengemisi dan besarnya emisi yang dikeluarkan.

Di Indonesia, sisi demand dapat dikatakan masih lemah selama upaya transformasi menuju emisi rendah umumnya belum menjadi kebijakan organisasi pengemisi. Bertitik tolak dari lemahnya sisi demand atau relatif rendahnya harga karbon di dalam negeri, maka alokasi buffer untuk pasar dalam negeri lebih kecil dibanding untuk pasar luar negeri akan menyebabkan disinsentif bagi pelaku usaha sektor kehutanan.

Hal ini karena dengan harga yang relatif rendah, volume penjualan yang lebih besar (alokasi buffer lebih kecil) akan memberikan penerimaan yang lebih kecil. Sebaliknya, alokasi buffer yang lebih kecil akan memberikan insentif bagi pelaku usaha apabila dikenakan pada pasar luar negeri, yang memiliki harga lebih tinggi. Dengan kata lain, penetapan alokasi buffer perlu berdasarkan pada tingkat harga yang berkembang di masing-masing pasar.

Perdagangan Luar Negeri

Untuk perdagangan luar negeri dikenakan ketentuan tambahan, yaitu telah mencapai target NDC pada Sub Sektor atau sub Sub Sektor. Target NDC tersebut bergantung pada peta jalan yang disusun. Selama peta jalan perdagangan karbon (sektor, subsektor, sub-sub sektor) belum tersusun, maka perdagangan karbon luar negeri belum dapat dijalankan.

Berdasarkan paparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan perdagangan karbon sektor kehutanan dapat berjalan efektif apabila kelengkapan kebijakan atau regulasi perdagangan karbon sektor kehutanan telah terpenuhi. Semakin efektif implementasi kebijakan yang mengatur perdagangan karbon, semakin tinggi penurunan emisi CO2e dapat diharapkan dan jadi, semakin dekat target NDC yang ditetapkan dapat dicapai.

 

MUTU International Sambut Baik Kebijakan Bursa Perdagangan Karbon

Sebagai salah satu Lembaga Validasi dan Verifikasi Gas Rumah Kaca (LVV GRK) yang sudah terakreditasi KAN sejak tahun 2015 untuk menyelenggarakan penilaian kesesuaian berupa kegiatan validasi dan verifikasi berdasarkan ISO/IEC 14065:2020 General principles and requirements for bodies validating and verifying environmental information, MUTU International sambut baik kebijakan bursa perdagangan karbon.

MUTU International sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN.  Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International. Hingga saat ini, MUTU international telah menerbitkan 11 laporan validasi dan verifikasi gas rumah kaca dengan berbagai skema dan program serta terdapat 8 kegiatan yang akan dan sedang berlangsung pada tahun ini. MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022.

 

Ingin Ikut Terus Berkontribusi dalam Menjaga Lingkungan Indonesia?

PT Mutuagung Lestari atau Mutu International merupakan perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1990. Kami melayani berbagai jasa pengujian, inspeksi, dan sertifikasi untuk berbagai macam industri. Tim ahli kami yang didukung oleh pengalaman selama lebih dari 30 tahun, bekerja untuk mengidentifikasi masalah dan menyarankan solusi yang sesuai, guna meningkatkan kinerja perusahaan Anda secara efektif dan efisien.

Sejak berdirinya bergerak dibidang sertifikasi, MUTU telah memperoleh akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Untuk melakukan pengurusan sertifikasi ISPO, Anda bisa menghubungi MUTU International. Sertifikasi dari lembaga pelatihan MUTU International bersifat resmi dan BNSP. Jadi Anda tidak perlu khawatir.

Silahkan hubungi MUTU International melalui E-Mail: [email protected], Telepon: (62-21) 8740202 atau kolom Chat box yang tersedia. Hubungi MUTU International sekarang juga. Follow juga seluruh akun sosial media MUTU International di Instagram, Facebook, Linkedin, Tiktok, Twitter , Youtube dan Podcast #AyoMelekMUTU untuk update informasi menarik lainnya.