13 Mar Carbon Credit: Definisi, Perkembangan, Tujuan, Potensi dan Sertifikasi
Carbon Credit: Definisi, Perkembangan, Tujuan, Potensi dan Sertifikasi
Carbon credit adalah perwujudan “hak” perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon dalam proses industri
Sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar untuk menjadi penyumbang kredit karbon dunia.
Apa Itu Kredit Karbon (Carbon Credit)
Kredit karbon atau yang dikenal dengan istilah carbon credit merupakan suatu bentuk instrumen keuangan yang mencatat seputar pengurangan atau penghindaran emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Tiap satuan kredit karbon setara dengan satu ton karbon dioksida (CO2).
Kredit karbon dapat dikatakan sebagai sertifikat atau izin tercatat yang diperdagangkan. Sertifikat atau izin yang dicatat hingga disebut dengan kredit karbon ini merupakan hasil dari tindakan perusahaan atau entitas dalam mengurangi atau menghindari emisi GRK. Dengan demikian, kredit karbon dapat dikatakan sebagai perwujudan “hak” perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon dalam proses industri.
Perkembangan Karbon Kredit di Indonesia
Laporan Indonesia Carbon Trading Handbook oleh katadata
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tahun 2013, pasar karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan dasar pembentukan dan mekanisme perdagangan karbon.
Berdasarkan dasar pembentukannya, pasar karbon dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
Pasar karbon sukarela (voluntary carbon market)
Pasar karbon sukarela terbentuk karena adanya keinginan sendiri untuk mengurangi emisi GRK. Pasar karbon sukarela mencakup semua transaksi karbon di luar pasar karbon aktif yang diatur oleh pemerintah.
Hal mendasar dari pasar karbon sukarela adalah mekanisme tersebut tidak diatur oleh pemerintah, namun pada umumnya dikembangkan oleh pihak swasta yang kemudian terdaftar di organisasi yang mengeluarkan kredit karbon sesuai dengan pengurangan emisi.
Namun demikian, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan target pencapaian pengurangan. Pembelian karbon didorong oleh berbagai pertimbangan yang terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan, etika, dan risiko reputasi atau rantai pasokan.
Pasar karbon sukarela penting untuk mengarahkan pembiayaan oleh pihak swasta terhadap proyek aksi mitigasi iklim. Contohnya, berbagai proyek Solusi Berbasis Alam atau Nature-Based Solutions (NBS) yang bermanfaat bagi pencegahan polusi, perlindungan keanekaragaman hayati, peningkatan kualitas hidup masyarakat hingga penciptaan lapangan kerja.
Pasar karbon wajib
Pasar karbon wajib terbentuk karena adanya regulasi dalam pengurangan dan/atau pembatasan jumlah emisi GRK yang dikeluarkan. Volume pasar karbon wajib bergantung pada lingkup kebijakan dan relatif lebih mudah direncanakan dalam jangka panjang. Pasar karbon wajib didorong oleh pembatasan emisi GRK yang ditetapkan, dan dijalankan pada skala yang jauh lebih luas.
Program karbon wajib yang paling aktif adalah United Nations Clean Development Mechanism (UN CDM) di bawah Kyoto Protocol dan skema Perdagangan Emisi Uni Eropa.
Selanjutnya, berdasarkan mekanisme perdagangan, secara umum pasar karbon dibagi menjadi :
-
-
- Trading
-
Emissions trading system atau sistem perdagangan emisi menggunakan konsep cap-and-trade dengan cara pembatasan emisi gas rumah kaca yang diperbolehkan. Pihak yang membutuhkan dapat membeli hak emisi dari pihak lain yang kuota emisinya tidak terpakai untuk memenuhi batas emisi yang ditetapkan. Sistem perdagangan emisi karbon ini sudah diterapkan di Uni Eropa dan menjadi sistem perdagangan karbon terbesar bernama European Union Emission Trading System (EU ETS).
EU ETS merupakan pasar karbon pertama dan terbesar dunia yang telah menerapkan cap-and-trade system sejak tahun 2005. EU ETS memberikan batasan pada total volume emisi karbon dari kegiatan pembangkit listrik, pabrik industri, dan operasi penerbangan di 31 negara yang menyumbang sekitar 50% emisi karbon Uni Eropa. Pada tahun 2019, instalasi yang dicakup oleh EU ETS telah mengurangi emisi karbon sebesar 9% (European Commission, 2020).
EU ETS telah menjadi acuan bagi negara-negara lain yang telah atau akan mengembangkan pasar karbon. Korea Selatan meluncurkan The Korea Emissions Trading Scheme (KETS) pada tahun 2015 yang mencakup lebih dari 70% emisi gas rumah kaca Korea Selatan (ICAP, 2021). Sektor yang dijangkau KETS meliputi sektor panas dan energi, industri, bangunan, transportasi, limbah, dan sektor publik. Menurut ADB (2018), KETS merupakan pasar karbon terbesar ke-3 di dunia dan pasar karbon nasional kedua di Asia.
-
-
- Crediting
-
Dalam skema crediting dengan konsep baseline-and-crediting, objek yang diperdagangkan adalah penurunan emisi yang disertifikasi (kredit karbon) dari pelaksanaan proyek yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Pelaksanaan proyek diharapkan dapat melebihi atau mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan perusahaan.
Tujuan Adanya Kredit Karbon
Bursa karbon dan kredit karbon merupakan dua entitas yang erat kaitannya dalam upaya melawan perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Bursa karbon berfungsi sebagai “pasar” perdagangan, dimana entitas dapat membeli atau menjual izin emisi karbon. Di sisi lain, kredit karbon adalah hasil dari upaya pengurangan emisi yang dapat diperdagangkan sebagai bentuk insentif finansial.
Pada dasarnya, kredit karbon mencerminkan upaya global untuk mencapai keberlanjutan lingkungan dan ekonomi sekaligus menjadi instrumen yang vital dalam mengubah paradigma menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Tujuan utama adanya kredit karbon adalah mengurangi emisi GRK secara global. Hal ini dilakukan melalui insentif finansial yang diberikan kepada perusahaan atau entitas yang berhasil mengurangi atau menghindari emisi. Kredit karbon menciptakan dorongan bagi perusahaan dan negara untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Dengan memberikan nilai finansial pada upaya pengurangan emisi, kredit karbon mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan melalui investasi dalam energi terbarukan, pengelolaan limbah yang efisien, dan peningkatan efisiensi energi untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang.
Investasi dalam proyek energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya atau angin, merupakan tujuan penting kredit karbon. Hal ini bukan hanya mengurangi emisi dari sumber energi konvensional, tetapi juga meningkatkan akses masyarakat terhadap energi bersih dan terjangkau. Selain itu, kredit karbon memberikan peluang bagi negara-negara berkembang untuk mendapatkan dukungan finansial dalam upaya mereka mengurangi emisi, sehingga semakin terbuka kesempatan bagi negara-negara berkembang untuk berpartisipasi aktif dalam mitigasi perubahan iklim.
Potensi Karbon Kredit di Indonesia
Laporan Indonesia Carbon Trading Handbook oleh katadata
Sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar untuk menjadi penyumbang kredit karbon dunia. Dengan keanekaragaman ekosistemnya, sumber daya alam yang melimpah, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Indonesia dapat memainkan peran sentral dalam kontribusi global terhadap pengurangan emisi.
Kredit karbon bukan hanya menjadi alat kebijakan, namun sekaligus menjadi elemen integral dalam upaya masyarakat global untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (2022) mencatat sudah ada nilai potensi ekspor kredit karbon dari proyek-proyek “beyond NDC” sekitar Rp2,6 triliun per tahun dengan luas hutan sebesar 434.811 Ha. Selain itu, ekosistem blue carbon Indonesia menyimpan sekitar 75-80 persen dari jumlah karbon dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi kredit karbon besar tidak hanya dari sektor hutan, namun juga ekosistem pesisir.
Apa saja Izin atau Sertifikasi untuk Pelepasan karbon atau karbon kredit
Dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim dan memitigasi emisi gas rumah kaca (GHG), proyek-proyek pelepasan karbon atau penghasil karbon kredit membutuhkan izin dan sertifikasi tertentu untuk memastikan keberlanjutan dan kredibilitasnya.
Dilansir dari laman ditjenppi.menlhk.go.id, sebelum Paris Agreement diadopsi, perdagangan karbon telah diimplementasikan melalui berbagai mekanisme, antara lain melalui Clean Development Mechanism (Mekanisme Pembangunan Bersih) yang pengaturannya berada dibawah Protokol Kyoto dan Joint Credit Mechanism (JCM). Clean Development Mechanism (CDM) merupakan mekanisme yang dapat dilakukan antara negara Annex I dan negara Non-Annex I dengan “offset” (pihak pembeli memperoleh kredit Certified Emission Reduction/CER dari proyek CDM). Sementara JCM merupakan mekanisme perdagangan karbon bilateral, termasuk aspek transfer teknologinya. JCM tidak hanya semata merupakan perdagangan karbon tetapi merupakan investasi hijau dan pembangunan rendah emisi.
Clean Development Mechanism (CDM) adalah sebuah protokol yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Proyek yang memenuhi kriteria CDM dapat memperoleh sertifikat penurunan emisi (Certified Emission Reductions/CERs). Untuk memperoleh CERs, proyek harus melewati proses validasi dan verifikasi yang melibatkan lembaga pemeriksa independen.
Dari awal pelaksanaanya, CDM di Indonesia berhasil menjalankan sekitar 215 proyek, dan 37 proyek diantaranya mendapatkan Certified Emission Reduction (CER). CDM juga telah berhasil menurunkan emisi GRK sekitar 10,1 ribu ton CO2. Sementara proyek bilateral JCM yang telah diimplementasikan di Indonesia sebanyak 106 proyek dan berhasil menurunkan emisi sekitar 329,5 ribu ton CO237
Dikutip dari Indonesia Carbon Trading Handbook oleh katadata, Setelah berakhirnya Kyoto Protocol tahap pertama, JCM menjadi perdagangan emisi karbon secara bilateral pertama yang diimplementasikan. Hasil akhir dari implementasi skema JCM, yaitu kredit karbon hanya digunakan untuk memenuhi target pengurangan emisi kedua negara yang mengadakan kesepakatan bilateral. Namun, jika kedua negara menyetujuinya, kredit karbon dapat diperjualbelikan dan memiliki harga tersendiri.
Selain CDM, beberapa izin atau sertifikasi mengenai pelepasan karbon atau kredit karbon diantaranya sebagai berikut :
Verified Carbon Standard (VCS)
VCS adalah standar internasional untuk mengukur, melaporkan, dan memverifikasi emisi gas rumah kaca. Proyek-proyek yang dijalankan di bawah VCS dapat menghasilkan Verified Carbon Units (VCUs). Sertifikasi VCS memastikan bahwa proyek memenuhi kriteria keberlanjutan dan lingkungan yang ketat. Inisiatif VCS menetapkan standar dan persyaratan tata kelola untuk proyek karbon yang menciptakan penyeimbangan karbon dengan mengurangi, menyimpan atau menghindari emisi karbon.
Gold Standard for the Global Goals
The Gold Standard for the Global Goals adalah standar emisi karbon yang mengakui keberlanjutan sosial dan lingkungan. Sertifikasi Gold Standard memastikan bahwa proyek memberikan dampak positif yang berkelanjutan pada lingkungan dan masyarakat setempat sambil mengurangi emisi GHG. Proyek-proyek ini harus memenuhi kriteria ketat terkait keberlanjutan sosial dan lingkungan.
ISO 14064
ISO 14064 adalah standar internasional untuk pelaporan emisi gas rumah kaca dan verifikasi. Meskipun bukan sertifikasi khusus untuk karbon kredit, mematuhi standar ini dapat memperkuat keberlanjutan dan keandalan proyek pelepasan karbon.
Mekanisme Perdagangan Karbon Kredit
Mekanisme perdagangan karbon kredit adalah sistem di mana entitas dapat membeli atau menjual kredit karbon sebagai hasil dari tindakan mereka dalam mengurangi emisi GRK. Hal ini sekaligus memberi dorongan inansial bagi perusahaan atau entitas yang berhasil mengurangi emisi, menciptakan insentif ekonomi untuk mempromosikan praktik bisnis yang berkelanjutan.
Langkah-langkah dalam Mekanisme Perdagangan Karbon Kredit antara lain :
- Penetapan target emisi oleh Pemerintah maupun lembaga terkait pada berbagai sektor.
- Entitas yang berhasil mengurangi emisinya di bawah target dapat menerima kredit karbon. Kredit karbon ini dapat dialokasikan oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang.
- Pembelian dan Penjualan Kredit Karbon melalui pasar perdagangan karbon atau melalui kesepakatan bilateral.
- Verifikasi dan Validasi yang melibatkan lembaga pemeriksa independen untuk memastikan bahwa klaim pengurangan emisi itu telah sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pemantauan dan Pelaporan guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam mencapai target emisi.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 (Perpres 98/2021) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) memberikan kerangka kerja untuk menghitung, menetapkan, dan menggunakan NEK dalam konteks pengelolaan emisi gas rumah kaca. Perpres ini menetapkan prosedur dan prinsip penentuan NEK, termasuk aspek metode perhitungan, data dan informasi yang digunakan, serta proses validasi dan verifikasi.
Sebagai informasi, dalam konteks bursa karbon, NEK menjadi acuan untuk menentukan harga kredit karbon yang diperdagangkan. Dengan adanya NEK, pengguna atau pemilik kredit karbon dapat mengetahui nilai moneternya dan melakukan transaksi di bursa dengan mengacu pada harga NEK yang ditetapkan.
Selain Perpres 98/2021, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 (Permen LHK 21/2022) tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon telah menyediakan pedoman dan prosedur dalam penentuan nilai ekonomi karbon yang digunakan sebagai acuan dalam perdagangan kredit karbon di bursa. Penetapan NEK tersebut menjadi dasar untuk menentukan harga kredit karbon yang diperdagangkan di bursa.
Permen LHK 21/2022 juga mengatur tentang validasi dan verifikasi proyek yang menghasilkan kredit karbon. Validasi dan verifikasi ini penting dalam menentukan keabsahan dan jumlah kredit karbon yang dihasilkan oleh proyek-proyek tersebut, yang akan menjadi objek perdagangan di bursa karbon.
Adanya Permen LHK 21/2022 sekaligus memberikan kerangka kerja yang jelas bagi para pelaku bursa karbon dalam melaksanakan perdagangan kredit karbon sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena adanya aturan tentang tata cara pendaftaran proyek yang memperoleh kredit karbon serta tata laksana transaksi kredit karbon di bursa. Hal ini mencakup proses pendaftaran, pencatatan, dan pelaporan transaksi kredit karbon yang dilakukan oleh peserta bursa.
Konsultasi Mengenai Karbon Kredit
Dalam era di mana perhatian terhadap dampak perubahan iklim semakin meningkat, konsultasi mengenai karbon kredit telah menjadi elemen kunci bagi perusahaan yang ingin mengambil langkah proaktif menuju keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
PT Mutuagung Lestari Tbk atau Mutu International merupakan perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1990. Sebagai salah satu Lembaga Validasi dan Verifikasi Gas Rumah Kaca (LVV GRK) yang sudah terakreditasi KAN sejak tahun 2015 untuk menyelenggarakan penilaian kesesuaian berupa kegiatan validasi dan verifikasi berdasarkan ISO/IEC 14065:2020 General principles and requirements for bodies validating and verifying environmental information, sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN. Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International. Hingga saat ini, MUTU international telah menerbitkan 11 laporan validasi dan verifikasi gas rumah kaca dengan berbagai skema dan program serta terdapat 8 kegiatan yang akan dan sedang berlangsung pada tahun ini. MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022.
MUTU menyediakan jasa sertifikasi untuk berbagai sektor, yaitu sektor Pertanian (Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan lain-lain, Industri Jasa Publik (sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, sistem manajemen keamanan informasi, dan lain-lain), Pangan (Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)), sistem manajemen keamanan pangan, pangan organic, dan lain-lain), Ekonomi Hijau (sertifikasi gas rumah kaca, ISCC, dan lain-lain), Kehutanan (Forest Stewardship Council (FSC)), pengelolaan hutan produksi lestari, dan lain-lain) dan Produk Kehutanan (Ekolabel, Japanese Agricultural Standard (JAS), dan lain-lain).
Sejak berdirinya bergerak dibidang sertifikasi kehutanan dan industri yang telah memperoleh akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dan lembaga akreditasi mancanegara lainnya. Untuk melakukan pengurusan sertifikasi serta konsultasi, Anda bisa menghubungi MUTU International.