26 Jul Kabar dari India-China, Bikin Harga CPO Melesat Sepekan
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sepekan ini (week on week/WoW), menguat dipicu oleh kemungkinan penurunan produksi akibat fenomena alam.
Selain itu, penguatan harga CPO juga ditopang permintaan yang mulai membaik setelah relaksasi lockdown di India dan China yang merupakan pengimpor minyak nabati terbesar di dunia.
Suplai yang menurun atau berkurang diikuti dengan permintaan yang melonjak tentunya membuat harga minyak kelapa sawit tersebut ikut terkerek naik.
Bloomberg melaporkan impor minyak nabati China bulan Juni 2020 naik 53% dari bulan sebelumnya. Sementara pengiriman ke India melonjak ke level tertingginya dalam lima bulan pada saat yang sama.
Harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Oktober 2020 melonjak 6,27% ke RM 2.778/ton pada Jumat kemarin (24/7/2020) dari perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (17/7/2020) di RM 2.614/ton.
Pasalnya harga CPO masih berpotensi naik seiring dengan perbaikan fundamental. Dari sisi permintaan, kembali digebernya ekonomi China menjadi faktor positif yang mampu mengerek permintaan.
Menurut survei yang dilakukan oleh perusahaan kargo, ekspor Negeri Jiran pada periode 1-20 Juli turun 3,5% – 4,6%. Penurunan yang lebih rendah dari bulan lalu menunjukkan bahwa permintaan masih relatif terjaga.
“Penurunan yang lebih rendah adalah tanda yang baik bahwa permintaan masih relatif tinggi dari bulan Juni” kata seorang trader yang berbasis di Kuala Lumpur kepada Reuters.
Ekspor Malaysia bulan lalu naik hingga 25% dibanding Mei seiring dengan pembukaan kembali ekonomi pasca lockdown ketat untuk menekan penyebaran kasus infeksi virus corona.
Sementara itu, menurut Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC), total produksi minyak sawit di produsen utama Indonesia dan Malaysia diperkirakan akan jatuh pada tahun 2020 akibat terhambat oleh beberapa faktor seperti kurangnya tenaga kerja, cuaca kering tahun lalu dan penggunaan pupuk yang lebih rendah.
Fenomena La Nina yang membawa cuaca yang lebih basah dari normal ke Indonesia dan Malaysia juga dapat mempengaruhi produksi dan panen tanaman. “Potensi La Nina pada paruh kedua tahun ini akan mengurangi prospek peningkatan produksi,” kata CPOPC dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Rabu.
Hujan lebat yang mengguyur Indonesia dan Malaysia baru-baru ini telah memicu terjadinya banjir di Kalimantan. Banjir tentu akan menjadi faktor yang mempengaruhi produksi/output.
CPOPC memperkirakan produksi minyak sawit mentah Indonesia tahun ini akan 1-2 juta ton di bawah tahun lalu 44 juta ton. Output di negara tetangga Malaysia diperkirakan turun 4,3% menjadi 19 juta ton.
“Tekanan tanpa henti dari LSM (organisasi non-pemerintah) untuk menghentikan penanaman kelapa sawit, serta perlambatan penanaman baru karena harga rendah hingga 2019 dan kebijakan moratorium yang sedang berlangsung, pasti akan membuat pertumbuhan produksi Indonesia rendah,” CPOPC kata.
Reli harga CPO yang terjadi tak terlepas dari fenomen La Nina yang menyebabkan banjir di sentra produksi sawit seperti Kalimantan. Akibatnya ancaman penurunan produksi meningkat dan harga pun melesat.
Namun, kenaikan harga yang signifikan ini dinilai rawan terkoreksi. Dua analis industri terkemuka mengatakan kepada Reuters harga minyak sawit akan turun pada kuartal keempat karena tingkat produksi dan persediaan yang lebih tinggi.
Puncak output telah bergeser ke kuartal keempat karena hujan lebat di Indonesia, kata James Fry, ketua konsultasi LMC International, menambahkan bahwa ia memperkirakan stok yang lebih tinggi menjelang akhir tahun.
“Kecuali Anda merasa sangat bullish tentang Brent, harga minyak sawit mentah saat ini tidak dapat dipertahankan menuju kuartal keempat, ketika saham akan berada di puncak musiman mereka,” kata Fry.
Harga minyak sawit terkait dengan pasar minyak mentah karena meningkatnya penggunaan komoditas dalam membuat bahan bakar terbarukan, kata para analis. Harga minyak mentah telah turun tajam tahun ini karena penurunan permintaan yang disebabkan oleh pandemi coronavirus.
Fry mengatakan dia sekarang memperkirakan tingkat persediaan di Malaysia mendekati 2,9 juta ton, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3 juta ton, karena kenaikan permintaan setelah pelonggaran pembatasan yang dipicu oleh virus corona di beberapa negara.
Analis Dorab Mistry mengatakan harga dapat dipertahankan jika harga minyak mentah naik, tetapi fundamental umumnya bearish atau turun untuk minyak sawit pada kuartal terakhir.
“Jika minyak mentah Brent, di sisi lain, tetap sekitar US$ 42 per barel dan produksi kelapa sawit mengikuti tren musiman yang biasa untuk Q4, maka harga kelapa sawit saat ini terlalu tinggi dan perlu turun.” kata Dorab Mistry
Sumber : CNBC INDONESIA
PT. MUTUAGUNG LESTARI