28 Jul Regulasi Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) dapat Merugikan Perkebunan Indonesia
Regulasi anti deforestasi Uni Eropa dinilai dapat memberikan sejumlah dampak bagi Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menganggap langkah Uni Eropa dalam menerapkan kebijakan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) merupakan strategi ekonomi yang diskriminatif.
EUDR merupakan rancangan peraturan yang dimiliki oleh Uni Eropa untuk memberlakukan kewajiban uji tuntas pada tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk minyak sawit. Rancangan peraturan ini dikeluarkan pada 16 Mei 2023 lalu. Kewajiban uji tuntas dalam EUDR dilakukan untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke dalam pasar Uni Eropa telah bebas dari deforestasi.
Namun regulasi anti deforestasi dinilai dapat mengancam perdagangan komoditas unggulan nasional, mengingat sawit di Indonesia sebagai salah satu produk unggulan sekaligus menjadi penguatan ekspor di Indonesia. Sawit sebagai produk unggulan Indonesia, diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai upaya untuk mendongkrak perekonomian nasional. Selain itu, produksi sawit diharapkan juga dapat berperan dalam penguatan ekspor hingga menambah nilai ekonomi bagi masyarakat.
Kehadiran regulasi anti deforestasi Uni Eropa dinilai dapat memberikan sejumlah dampak bagi Indonesia. Melalui regulasi ini, Eropa dapat menarik pajak lingkungan kepada negara produsen besi dan baja yang perusahaannya belum membayar pajak karbon. Dengan demikian, secara tidak langsung kebijakan tersebut akan mengganggu upaya Indonesia dalam hal mitigasi perubahan iklim.
Dampak Regulasi Anti Deforestasi Uni Eropa
Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit ke Uni Eropa
Berlakunya regulasi anti deforestasi dapat berpengaruh pada ekspor minyak sawit mentah. Hal ini dikarenakan berbagai negara Uni Eropa menjadi salah satu pasar utama minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari Indonesia.
Harga Sawit Berpotensi Anjlok di Pasar Internasional
Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) mencatat bahwa Indonesia telah melakukan ekspor terhadap minyak sawit mencapai 506.800 ton. Catatan yang dilakukan pada Agustus 2022 lalu tersebut menunjukkan bahwa ekspor yang dilakukan mengalami peningkatan hingga 51,7% dari 334 ribu ton pada bulan sebelumnya. Dengan mengalihkan pasar ekspor sawit, tentu akan berdampak buruk pada industri sawit dalam negeri. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab jatuhnya harga sawit di pasar Internasional. Terlebih lagi, mengingat Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia, maka hal ini tentu akan merugikan bangsa Indonesia itu sendiri.
Momentum Pemerintah Memperbaiki Tata Kelola Sawit
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Walhi dan Greenpeace, menyebutkan bahwa regulasi anti deforestasi dapat menjadi momentum pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit yang selama ini belum maksimal. Bukan hanya itu, banyaknya kebun sawit di kawasan hutan yang luasnya diperkirakan mencapai 3,4 juta hektar, pemerintah dapat lebih selektif dalam memberikan perizinan lahan sawit melalui regulasi anti deforestasi ini. Hal tersebut sekaligus menjadi upaya untuk menjaga hutan yang tersisa.
Merugikan Petani Sawit
Petani sawit yang tergabung dalam beberapa asosiasi keberatan atas regulasi anti deforestasi menyatakan bahwa sebagian isi dari regulasi tersebut dinilai merugikan petani sawit. Hal ini terlihat dalam beberapa pasal dalam regulasi anti deforestasi yang secara tidak adil menargetkan para petani sawit non-Eropa.
Hadirnya regulasi anti deforestasi menjadi sentimen yang menyebabkan penurunan harga tandan buah segar. Terhitung dari April 2023, setidaknya rata-rata penurunan harga tandan buah segar petani swadaya sebesar Rp 150-200 per kilogram.
Untuk menjamin implementasi regulasi anti deforestasi ini bermanfaat bagi perlindungan hutan Indonesia serta masyarakat (petani swadaya, masyarakat adat, komunitas lokal), parlemen Uni Eropa harus memperkuat kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan mendorong pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola, kebijakan perlindungan hutan dan hak asasi manusia serta memperluas pengakuan hak rakyat Indonesia atas wilayah kelola mereka.
Pada dasarnya, regulasi anti deforestasi ini tentu tidak diharapkan memberikan dampak buruk, khususnya bagi petani swadaya di Indonesia. Untuk itu, parlemen Uni Eropa diharapkan dapat memberi perhatian khusus sekaligus membangun kerja sama dengan petani. Hal ini dilakukan untuk menjamin petani Indonesia dapat memenuhi prasyarat uji tuntas.
Ingin Ikut Terus Berkontribusi dalam Menjaga Lingkungan Indonesia?
PT Mutuagung Lestari Tbk atau Mutu International merupakan perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1990. Kami melayani berbagai jasa pengujian, inspeksi, dan sertifikasi untuk berbagai macam industri. Tim ahli kami yang didukung oleh pengalaman selama lebih dari 30 tahun, bekerja untuk mengidentifikasi masalah dan menyarankan solusi yang sesuai, guna meningkatkan kinerja perusahaan Anda secara efektif dan efisien.
Sejak berdirinya bergerak dibidang sertifikasi kehutanan dan industri yang telah memperoleh akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dan lembaga akreditasi mancanegara lainnya.
Untuk melakukan pengurusan sertifikasi ISPO, Anda bisa menghubungi MUTU International. Sertifikasi dari lembaga pelatihan MUTU International bersifat resmi dan BNSP. Jadi Anda tidak perlu khawatir.
Silahkan hubungi MUTU International melalui E-Mail: [email protected], Telepon: (62-21) 8740202 atau kolom Chat box yang tersedia. Hubungi MUTU International sekarang juga. Follow juga seluruh akun sosial media MUTU International di Instagram, Facebook, Linkedin, Tiktok, Twitter , Youtube dan Podcast #AyoMelekMUTU untuk update informasi menarik lainnya.