16 Mei Surati Jokowi, Petani Sawit Minta Larangan Ekspor CPO Dicabut
Liputan6.com, Jakarta Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Isi surat terbuka berisi permintaan mencabut kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunanya. Surat tersebut dilayangkan Minggu, 15 Mei 2022.
Dijelaskan dalam surat tersebut, kebijakan larangan ekspor CPO dan turunanya yang berlaku sejak tanggal 28 April dan sampai sekarang belum dicabut, dinilai sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit.
Kebijakan ini ibaratnya siapa yang berulah tetapi siapa yang harus menanggung. Petani sama sekali tidak tahu kenapa minyak goreng pernah langka , waktu itu petani juga sama dengan masyarakat Indonesia lainnya juga mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng. Tetapi larangan ekspor diberlakukan yang pertama kali terdampak adalah petani.
“Kami tidak tahu siapa yang makan nangka tetapi sekarang tangan kami penuh getahnya. Petani yang tergabung dalam ASPEKPIR Indonesia adalah petani yang sejak mulai menanam kelapa sawit sudah terbina dengan baik oleh perusahaan dan pemerintah, kelembagaan berupa koperasi sudah berjalan dengan baik, mengerti dan menerapkan GAP,” kata petani tertulus dalam surat terbuka itu, dikutip Liputan6.com, Senin (16/5/2022).
Pertani juga menyampaikan berbagai akibat larangan ekspor CPO, diantaranya di mana tangki untuk memasok tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sudah penuh dan hampir penuh. Apa lagi, industri juga tidak lagi bisa menjual CPO-nya karena 70 persen pasarnya merupakan pasar ekspor.
“PKS tempat kami menjual TBS juga punya kebun sendiri sehingga dalam situasi seperti ini mereka memprioritaskan TBS dari kebun sendiri. Sekarang karena tangki sudah penuh beberapa PKS berhenti beroperasi dan akan berhenti beroperasi,” katanya.
Sehingga PKS yang masih beroperasi juga tidak menerima TBS petani mitranya yang sudah punya kontrak karena kondisi ini. Saat ini harga sarana produksi juga naik tinggi sedang TBS tidak terjual sehingga petani sudah jatuh tertimpa tangga.